Monday, April 10, 2006

Sampah Pun Berbuah Rupiah

Deru suara diesel dari mesin penghancur sampah sontak terdengar ketika Supardi,64, petugas tempat pembuangan sementara (TPS) kelurahan Jambangan Surabaya menyalakan mesin itu. Asap hitam pun keluar dari saluran knalpot, seiring dengan berputarnya pisau pemotong. "Sekarang waktunya kita memotong-motong sampah," kata Supardi pada The Jakarta Post, Senin(20/02) ini.

Diambilnya segebok daun dan batang jagung yang mengeras dari tumpukan sampah yang berserak di samping mesin, dan dimasukkan ke dalam ruang pemotong yang terletak dibagian atas mesin itu. Krakkk,..dalam sekejap limbah dari rumah tangga itu berubah wujud menjadi serpihan-serpian berukuran 1x2 cm. Secara otomatis, serpihan itu keluar di bawah mesin.

"Hasil rajangan (potongan) ini kemudian dimasukkan ke komposer, dalam waktu dua bulan sudah berubah menjadi kompos," kata Supardi. Kompos mentah itu kemudian dipanen, dan disaring menjadi kompos berukuran halus dan siap jual. "Satu kantong berukuran 1 KG, kompos dujual seharga Rp.600,00," katanya.

Dalam sehari, Supardi dan Suyadi,41, dua petugas TPS Jambangan, rata-rata mengumpulkan 2,5 ton sampah rumah tangga dari kelurahan Jambangan Surabaya. Setelah diolah, sampah-sampah itu bisa berubah menjadi 1 ton kompos siap jual. "Setiap panen, kurang lebih terjual Rp.600 ribu/2 bulan, uangnya digunakan untuk kebutuhan TPS, kalau ada sisa baru dibagikan kepada kami," kata Supardi.

Apa yang dilakukan Supardi adalah secuil gambaran program pengolahan sampah mandiri di kelurahan Jambangan, Surabaya. Program yang diprakarsai oleh Yayasan Unilever Peduli PT. Unilever, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sejak 2002 itu pada intinya bertujuan untuk mengurangi sampah langsung dari sumbernya atau dari rumah tangga.

"Masyarakat kami perkenalkan dengan konsep memilah sampah organik dan non organik langsung dari rumah," kata Okty Damayanti, General Manager Yayasan Unilever Peduli. Untuk sampah non organik biasanya langsung dijual kepada pemulung. Sementara sampah organik bisa langsung dihancurkan dengan menggunakan pisau dan dimasukkan ke dalam komposer yang disediakan khusus di setiap rumah di kelurahan Jambangan.

Komposer rumah tangga yang dimaksud hanya berupa ember sampah yang tertutup rapat, yang bagian atasnya diberi pipa setinggi 3 meter. Pipa ini adalah saluran bau tak sedap yang dihasilkan dalam proses pembusukan sampah itu. Di bagian samping bawah, diberi lubang untuk memanen kompos.
"Setiap hari, saya membuat sampah-sampah dari bahan masakan ke komposer itu," kata Supriyatun Jupri,44, warga Jambangan.

Meski prosesnya terlihat sederhana, namun cukup rumit dalam pelaksanaannya. Terutama untuk merubah kebiasaan masyarakat untuk memilah sampah. Apalagi masyarakat Jambangan terbiasa membuang sampah di sungai Berantas yang dekat dengan wilayah mereka. "Awalnya saya juga malas melakukan itu, memangnya saya pemulung," kenang Wiwik, 48.

Namun, saat masyarakat melihat hasil dari komposer dan hasil penjualan sampah non organik, pelan-pelan terjadi perubahan prilaku. Untuk masyarakat yang tidak memiliki cukup lahan untuk komposer rumah tangga, sampah yang sudah terpisah bisa dibuang ke TPS Jambangan.

"Kini, lingkungan di Jambangan jadi lebih asri, kali-kali pun tidak kotor dan mampet," kata Wiwik. Tanaman di kawasan itu pun tampak sehat akibat diberi kompos yang dihasilkan dari komposer rumah tangga itu. Bantaran kali Sungai Berantas, khususnya yang melintas di wilayah Kelurahan Jambangan pun lebih bersih.

Hasil yang paling membanggakan adalah diperolehnya penghargaan internasional Energy Globe Award 2005 dalam kategory Water untuk PT. Unilever atas pilot project di Kelurahan Jambangan. Menyisihkan 700 perusahaan dari seluruh dunia yang mengikuti program itu. "Meski diprakarsai PT. Unilever, ini kemenangan masyarakat Jambangan, semoga bisa mengurangi pencemaran di Surabaya," kata Walikota Surabaya Bambang DH yang bertekad mensosialisasikan program komposer di seluruh Surabaya.

Tingkat pencemaran air sungai di Surabaya oleh limbang domestik dan industri tergolong tinggi. Karena itu juga, intansi pengolahan air bersih di kota ini, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) hanya mampu menghasilkan air bersih. "Itu juga masih dibantu oleh air bersih dari sumber Umbulan, Pasuruan," ungkap Bambang DH.

Menteri Lingkungan Hidup (KLH) Rachmat Witoelar menilai, apa yang dilakukan masyarakat Jambangan harus ditularkan ke seluruh Indonesia. "Ini sangat penting, karena persoalan sampah juga dihadapi oleh kota-kota lain," kata Rachmad Witeolar. Rachmad juga akan melibatkan perusahaan lain yang memiliki program community development agar lebih melibatkan rakyat dalam persoalan menjaga lingkungan. ***

No comments: