Monday, April 10, 2006

Malang Raya dan Lima TV Lokalnya

Warna meja bar "Agropolitan Cafe" belum semua tertutup dengan cat warna putih, biru dan merah bata. Lampu duduk yang harusnya terjajar rapi di atas meja pun masih berserak, terbalut kabel-kabel warna warni yang saling memilit. Beberapa petugas dekorasi lalu lalang merapikannya, sembari membubuhkan cat di bagian-bagian yang terkelupas.

"Mungkin setelah ini tampilannya bisa lebih menarik ya," kata Widarngresti, salah satu penyiar pada Rudy Kurniawan, Program Director acara "Agropolitan Cafe" yang siang itu mengomandani redekorasi setting panggung itu. Rudy mengangguk. Dengan cekatan laki-laki itu membantu salah satu petugas dekorasi yang kesulitan memasang salah satu bagian lampu.

Begitulah kesibukan yang tampak di studio luar Agropolitan Televisi (ATV) yang terletak di Jl. Sultan Agung, Batu, Jawa Timur, ketika The Jakarta Post mengunjunginya Jumat (25/08) siang ini. ATV adalah salah satu televisi lokal di wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu).

Selain ATV, ada empat televisi lokal lain yang melakukan on air di wilayah berjarak 90 KM dari Surabaya itu. Malang TV, Mahameru TV, Gema Nurani TV dan Batu TV. Di mata pengamat komunikasi Universitas Airlangga (Unair) perkembangan dunia broadcast di kota kedua di Jatim itu tergolong luar biasa. "Untuk ukuran kota kedua, itu luar biasa," katanya.

Belum lagi bila ditilik dari jumlah penduduk Malang Raya yang berjumlah.....ribu jiwa. Hal itu berarti, sebuah stasiun tv melayani.....ribu jiwa. Bukankah perbandingan yang luar biasa? "Mungkin ini jumlah televisi terbanyak di semua kota di Indonesia," kata Henry. Di Ibukota Jawa Timur Surabaya dengan penduduk jauh lebih banyak, saat ini hanya memiliki satu televisi lokal, Jawa Timur TV (JTV).

PROGAM TV LOKAL LEBIH DIMINATI

Proses pembangunan pertelevisian lokal di Malang Raya bisa menjadi catatan emas di Hari Nasional Televisi Indonesia 2005 yang jatuh pada 24 Agustus lalu. Diawali dengan pembentukan Batu TV pada pertengahan Maret tahun 2003 oleh seorang pengusaha asal kota Batu, Andri Hudiono. Ketika itu Andri yang memang sudah bergelut dengan dunia televisi sejak tahun 1998 berinisiatif memenuhi kebutuhan tayangan lokal.

"Saya coba membeli peralatan sederhana di toko elektronik, saya rakit sampai akhirnya mengudara pertama kali di tahun 2003," kata sosok dipercaya untuk mengurus pemancar antena reciever TV nasional di Malang Raya ini pada The Jakarta Post. Kreativitas Andri membuahkan hasil yang luar biasa.

Masyarakat Malang Raya yang sudah terbiasa dengan tayangan TV nasional pun pelan-pelan berubah melihat tayangan tv yang bermarkas di Bukit Oro-oro Ombo itu. "Apalagi ketika Batu TV menyiarkan siaran lokal, banyak yang suka," jelas Andri. Keberhasilan itu agaknya menular, beberapa bulan kemudian, berturut-turut hadir Agropolitan TV (ATV), Malang TV, Gema Nurani TV (GN TV) dan Mahameru TV.

Station Manager ATV, Hariyadi mengatakan, stasiun tv yang dipimpinnya sejak awal memposisikan diri sebagai sarana sosialisasi program Pemkot Batu. "Karena memang secara manajerial ATV berada di bawah infokom Pemkot Batu," katanya. Karena itulah, hampir semua acaranya difokuskan pada sosialisasi.

Meski begitu, dibanding semua TV lokal di Malang Raya, ATV tergolong paling inovatif. Dari 52 program siaran yang ditayangkan mulai pukul 09.00-23.05, sekitar 80 persen adalah hasil garapan kru ATV dan ditayangkan melalui pemancar berkekuatan 1 KW dengan radius 1000 km. "Bukannya promosi, ATV adalah TV lokal pertama dengan jumlah siaran garapan sendiri paling banyak dibanding TV lokal lain, silahkan anda buktikan," kata Hariyadi.

Dalam pengamatan The Jakarta Post, program yang dimiliki ATV memang beragam. Mulai acara anak-anak bertajuk Kreatif Anak, siaran berita dua bahasa (Inggris-Indonesia) bertajuk Agropolitan News hingga seni tradisional Campursari Live. Dialog santai ala Mataraman pun disajikan layaknya pertemuan di tengah sawah.

Kedekatan secara geografis itu pula yang membuat warga Malang menggemari tayangan lokal. Siti Kuwe, warga Kali Putih Malang adalah salah satu penonton setia tv lokal. Hampir setiap hari, perempuan yang sehari-hari berdagang jajanan khas Jawa Timur ini mengaku menonton siaran khas Malang. "Terutama kalau menyiarkan acara-acara yang terjadi di sekitar Malang, siapa tahu wajah saya muncul di televisi," kata Siti.

PROBLEM TENAGA KERJA

Karena banyaknya jumlah tv lokal, secara otomatis menyerap banyak pula banyak tenaga kerja bidang broadcast di Malang. Minimal, untuk satu stasiun TV menyerap 50-60 tenaga kerja. Hal itu dikatakan Henny Elvandari, Direktur Utama Mahameru TV pada The Jakarta Post. "Maksimal 68 orang yang akan bekerja di Mahameru TV," katanya.

Jumlah yang sedikit, bila dibanding tv di Jakarta, menurut Henny terkait dengan jumlah kue iklan yang tersedia di Malang. "Dari sisi harga, jelas jauh lebih kecil, sekitar Rp.150-500 rb tiap 30 detik, jauh lebih kecil dari harga iklan di tv nasional di Jakarta," katanya.

Hal yang sama dikatakan Station Manager ATV, Hariyadi. Berbagai tempat wisata di Malang yang diharapkan menjadi pasar iklan potensial, justru menolak untuk beriklan di tv lokal. "Mereka lebih memilih untuk beriklan di tv nasional, akhirnya kami punya strategi untuk menyabet iklan kecil," kata Hariyadi.

Yaitu iklan kios-kios kecil di pasar. Agaknya, omset iklan yang dihasilkan stasiun tv lokal tergolong fantastik. Mahameru tv misalnya rata-rata memperoleh Rp.3,2 M pertahun, sementara ATV mengaku mendapatkan Rp.100 juta/bulan.

Sayangnya, problem keuangan berimbas pada kesejahteraan pekerja tv lokal. Sumber The Post mengatakan rata-rata pekerja di stasiun tv lokal digaji Rp.400 ribu/bulan. Pendapatan yang kecil itu, menurut Bibin Bintiardi, Ketua Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Malang bisa mendorong pekerja untuk tidak profesional.

"Kalau diperhatikan, seringkali wartawan tv lokal kurang kualitatif dalam memilih berita, alasannya gaji mereka kecil," kata Bibin pada The Post. Belum lagi soal perizinan. Sampai saat ini Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur belum mengeluarkan selembar pun surat izin siaran dan izin frekuensi.***

No comments: